Minggu, 02 Maret 2014

Hakekat Ilmu



 (Ilustrasi : ahmadmuaiminalfarisy.wordpress.com)


Setiap orang tua tentunya mendambakan anak-anaknya berpendidikan tinggi, memiliki banyak ilmu dengan harapan ilmu yang diperoleh si anak dapat menunjang masa depannya. Tak jarang, demi menyekolahkan anak-anaknya hingga ke jenjang perguruan tinggi, orang tua rela banting tulang, menyisihkan sebagian besar pendapatannya untuk menabung dengan mengurangi kebutuhan pokok, bahkan terkadang orang tua rela pontang-panting kesana-kemari mencari pinjaman untuk membiayai pendidikan anak-anaknya. Bangga rasanya, ketika orang tua melihat anak-anaknya menggunakan seragam Toga dalam Wisuda, berharap gelar sarjana yang disandangnya dapat menjadi bekal yang dapat menjamin kehidupan anak dan keluarganya di masa depan. Bahkan bagi orang tua yang tergolong mampu, tak sedikit yang memfasilitasi anak-anaknya untuk mengikuti berbagai macam les, seperti les bahasa inggris, les berenang, les bermain piano dan  berbagai macam sarana penunjang pendidikan dengan harapan dapat membangkitkan potensi dan bakat si anak.
Tetapi, dijaman ini, dimana segala sesuatu dicapai berdasarkan ukuran materi, maka orientasi pendidikan, atau orientasi dalam proses mencari ilmu pun ikut berubah. Pendidikan atau proses pencarian ilmu kini dimaknai kemanfaatannya hanya sebatas proses untuk mendapatkan cita-cita duniawi. Jika orang tua ditanya, “untuk apa mereka rela berkorban demi membiayai pendidikan anak-anaknya”, pastilah jawaban klasik yang keluar adalah “agar kelak masa depan anak-anaknya lebih baik dari orang tuanya, agar bisa mendapatkan pekerjaan yang layak, agar bisa meningkatkan taraf ekonomi dan kehormatan keluarganya” . itulah ukuran ilmu sekarang.
Banyak dari kita yang lupa, bahwa hakekat ilmu seharusnya jauh melintasi ukuran-ukuran dunia, lalu bagaimana kita memandang ilmu berdasarkan kemanfaatan sejati yang akan mengantarkan seorang anak menjadi anak yang punya moral, punya iman, anak yang teguh dalam prinsip-prinsip dan ajaran agama, anak yang mempunyai budi pekerti atau akhlak yang baik karena orang tuanya istoqomah mendorong anak-anaknya untuk mau tekun belajar agama disamping mempelajari ilmu-ilmu dunia. Padahal hakekat sejati kebanggaan orang tua kepada sang anak adalah kebanggaan dimana anak-anaknya kelak menjadi anak yang soleh/solehah, anak-anak yang dihormati oleh orang lain, tetangga-tetangganya karena keluhuran ilmu agama dan ke-istiqomahannya dalam tataran praktenya dan kesungguhannya dalam mengamalkan ilmunya, bukan dihormati karena kekayaan dan jabatannya.
“Ya Allah, berilah aku manfaat dari ilmu yang telah Engkau ajarkan kepadaku, ajarkanlah kepadaku ilmu yang bermanfaat bagiku dan tambahkanlah untukku ilmu. Segala puji bagi Allah atas setiap keadaan dan aku berlindung kepada Allah dari keadaan penduduk neraka.” (HR. At-Tirmidzi no. 3599). Hadist ini mengingatkan kita bahwa pada hakekatnya ilmu harus punya manfaat, manfaat dalam pengertian bahwa ilmu tidak hanya didudukan sebagai jalan untuk mengejar ambisi-ambisi atau cita-cita keduniaan yang bersifat pribadi, tetapi ilmu harus berbanding lurus dengan kemanfaatan sosial, dimana ilmu agamalah yang akan menjadi penyeimbang, sehingga titik keseimbangan ketika ilmu bermanfaat bagi kehidupan dunia, dan juga bermanfaat dikehidupan akhirat kelak.
wallahualam bishawab

Tidak ada komentar:

Posting Komentar