Senin, 24 Februari 2014

Dimensi Sedekah Dalam Kekayaan


(Ilustrasi  : riyadhohayatkursi.wordpres.com)
  
Oleh : RSP/Jama'ah Mesjid Agung Tasikmalaya

 
 “saya datang kepada Nabi SAW dan sedang membaca ayat yang artinya: “engkau semua dilalaikan oleh perlombaan memperbanyak kekayaan”, lalu beliau bersabda: “Anak adam itu berkata, “hartaku, hartaku! Padahal harta yang benar-benar menjadi milikmu itu hai adam, ialah (1) Apa-apa yang engkau makan lalu engkau habiskan, (2) Apa-apa yang engkau pakai lalu engkau rusakan, atau (3) apa-apa yang engkau sedekahkan lalu engkau lampaukan dengan tetap adanya pahala” (Riwayat Muslim No. 5258).
Para pembaca, mari merenungi hadist diatas, secara jelas dalam matan hadits ini menggambarkan bahwa dari apa-apa yang kita kumpulkan, dari kekayaan pribadi yang kita hitung hanya  dua (makanan dan pakaian) yang mempunyai nilai sebagai penunjang kehidupan kita dan satu (sedekah) sebagai benih yang bisa kita ambil buah pahalanya di akhirat kelak, yakni sedekah.
Apa-apa yang kita makan dan apa yang kita pakai adalah aspek penunjang agar manusia bisa terus hidup, ini adalah fitrah manusia, kebutuhan manusia yang memang harus dipenuhi, karena struktur tubuh manusia, didalamnya terdapat organ-organ yang harus terus menerus mendapatkan suplai makanan yang akan diubah menjadi energi untuk aktifvitas manusia. Begitupun juga dengan pakaian, kebutuhan manusia untuk merespon sifat malu (aurat), malu dalam hal menutupi bagian-bagian tubuh yang tidak mau diperlihatkan kepada orang lain, juga sebagai aspek kebutuhan untuk melindungi tubuh manusia dari rasa dingin atau panas.
Dari kedua aspek pemenuhan kebutuhan manusia itu tadi, kita diingatkan dalam matan hadist tersebut, bahwa ada satu aspek yang membuat batasan agar manusia tidak makan berlebihan, melebihi pokok kebutuhan dasar manusia. Begitu juga dengan apa-apa yang kita pakai, memakai hanya untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia, bukan memakai untuk memuaskan rasa gengsi. Baju untuk menutupi, bukan untuk pamer mode, apalagi menyelisihi syariat dengan membuka aurat. Satu aspek itu adalah sedekah.
Dengan sedekah, setidaknya kita sadar bahwa masih banyak orang-orang yang standar hidupnya jauh dibawah kita, makannya dan apa-apa yang dipakainya. Dengan sedekah seharusnya kita membuat garis batas yang memutus mata rantai masuknya syahwat, hawa nafsu manusia dalam hal makanan dan pakaian, tidak berlebihan.
Jadi, kekayaan, apa-apa yang kita kumpulkan dan hitung, ternyata hanya tiga aspek yang kemudian dibagi menjadi dua dimensi yang bermanfaat bagi kita, dimensi pertama, makanan dan pakaian yang hanya berdimensi duniawi dan dimensi kedua adalah sedekah yang berdimensi akhirat. Itulah yang disebut rejeki, sedangkan sisa  kekayaan yang lain adalah harta yang belum tentu kita miliki sepenuhnya, karena harta bisa ditinggalkan karena kematian, hilang karena dicuri, dirampok, kebakaran, atau rugi karena tertipu.
wallahualam bishawab

Tidak ada komentar:

Posting Komentar