(Ilustrasi : 3.bp.blogspot.com)
Oleh : RSP/Jama'ah Mesjid Agung Tasikmalaya
“Manusia
tidak luput dari salah, tidak ada manusia yang sempurna”, atau “manusia tempat salah dan khilaf”, itulah
kiranya dua ungkapan atau istilah yang sering terucap dalam menggambarkan
betapa sosok manusia adalah sosok yang lemah, punya kecenderungan yang besar
untuk berbuat salah dan khilaf. Terkadang kelemahan manusia itu sendiri sering
dijadikan sebuah pembenaran, sehingga tidak jarang seorang manusia seakan tidak
mau belajar dari kesalahannya sendiri, tidak mau introspeksi. “Tidak ada manusia yang sempurna”, dalam
kalimat itulah terkadang manusia berlindung dari kesalahan-kesalahannya.
Didalam
kehidupan dunia, sudah ketentuan Allah SWT manusia dihadapkan pada dua pilihan,
dua jalan atau dua bisikan, yakni jalan kebenaran dan jalan kesesatan. Semenjak
Iblis tidak mau bersujud kepada Adam sesuai dengan perintah Allah SWT, dan
menjadi makhluk terkutuk yang berjanji akan menyesatkan manusia hingga ingkar daripada
jalan kebenaran, ingkar dari perintah dan larangan Allah SWT kemudian semenjak
Adam dan Hawa diturunkan oleh Allah SWT dari Surga karena bujuk rayu Iblis,
maka sampai hari kiamat pula iblis menjadi musuh yang nyata manusia, musuh yang
selalu berkomitmen mengajak manusia kedalam kesesatan, membujuk dan merayu agar
sama-sama satu barisan dalam menentang segala jalan kebenaran agama yang
bersumber dari Allah SWT lewat Al-Quran, Hadist dan Sunnah.
Dalam
rangka itu, iblis, setan dan bala tentaranya tidak lelah dan terus mencari
titik kelemahan manusia yang mudah ditaklukan. Salah satu titik lemah manusia
ada dalam hati, karena hati merupakan nahkoda atau setirnya jiwa dan raga,
pengendali dari semua tindakan manusia. Untuk itulah dalam hati manusia selalu
dua kekuatan yang saling berperang, kekuatan yang menyeru pada kebaikan dan
kekuatan yang menyeru kepada keburukan dan kesesatan. Seruan kebaikan bersumber
dari perintah dan larangan yang digariskan oleh Allah SWT lewat ajaran agama,
dan seruan keburukan/kesesatan bersumber dari iblis, setan dan bala tentaranya.
Dalam prosesnya, ada manusia yang bisa memerangi seruan iblis, setan dan bala
tentaranya, ada manusia yang tidak bisa memeranginya, artinya manusia yang
kalah dan menyerah pada seruan iblis, setan dan bala tentaranya sehingga
hatinya selalu condong pada keburukan, kesesatan, dan itu semua
dimanifestasikan lewat tindakan yang sifatnya mengingkari apa-apa yang diperintahkan dan melakukan
apa-apa yang dilarang oleh Allah SWT lewat ajaran agama. Iblis, setan dan bala
tentaranya selalu bercokol dalam hati manusia, menyeru pada pemuasan hawa nafsu
dan kebatilan. Inilah sumber dan sebab-musabab kenapa manusia punya
kecenderungan untuk berbuat salah. Disamping sosok manusia yang diciptakan
sesuai dengan ketentuan Allah SWT adalah sosok yang lemah dengan segala
kekurangannya, ditambah pula dengan bujuk rayu iblis, setan dan bala tentaranya
yang selalu bersemayam dalam hati manusia dalam menyeru kepada jalan yang
sesat. Untuk itulah kenapa manusia dianjurkan untuk selalu mendekatkan diri
kepada Rabb-nya, Allah SWT, meminta kekuatan dan petunjuk dari-Nya guna
menangkal godaan-godaan iblis dan setan dalam hati manusia.
Niscaya,
orang yang tidak mau mendekatkan dirinya kepada Allah SWT, memohon kekuatan dan
petunjuk dari-Nya, dia adalah orang yang menjadi sasaran empuk iblis, setan dan
bala tentaranya sehingga dengan mudah hatinya dapat ditaklukan oleh
seruan-seruan yang menyesatkan. Berbeda dengan orang yang selalu mendekatkan
dirinya kepada Rabb-nya, meminta pertolongan, kekuatan dan petunjuk dari sang
Khalik, maka hatinya akan memiliki tameng dalam menahan seruan kesesatan dari
iblis dan setan, dan iblis, setan akan memerlukan tenaga ekstra untuk membujuk
hatinya.
Untuk
itulah kenapa Nabi Muhammad SAW bersabda, “ sesungguhnya
dalam tubuh manusia ada segumbal daging, apabila
segumpal daging itu baik maka baik pula tubuh manusia itu, tapi bila segumpal
daging itu rusak maka rusak pula tubuh manusia itu, segumpal daging itu adalah
Qalbu (hati)” (HR. Bukhari Muslim)
Inilah
hati manusia, bila diibaratkan, hati merupakan benteng pertahanan manusia, bila
benteng itu roboh oleh musuh maka musuh dapat dengan mudah menguasai isinya,
tapi bila benteng itu kokoh maka musuh akan sulit menguasai isinya, yakni
imannya manusia. Dalam sebuah hadits marfu' dari Anas disebutkan, "Tidak lurus keimanan seorang hamba sebelum
lurus hatinya, dan tidak lurus hati seseorang sebelum lurus lisannya."
(HR. Ahmad).
wallahualam bishawab