(Ilustrasi : thesufi.com)
Oleh : RSP/Jama'ah Mesjid Agung Tasikmalaya
Pada
suatu ketika Imam Ghazali menyampaikan beberapa pertanyaan kepada
murid-muridnya. Pertanyaan-pertanyaan itu sangat sederhana tetapi dari
pertanyaan itu munculah jawaban yang syarat akan ilmu, syarat akan perenungan
dan motivasi. Mari kita merenungi pertanyaan dan jawaban Sang Imam, barangkali
dari empat pertanyaan Sang Imam, kita bisa bermuhasabah.
Sang
Imam bertanya, “apa yang paling besar didunia ini?’. Kalau kita menganggap yang
paling besar didunia ini adalah gunung, matahari, atau lautan, ternyata salah.
Sang Imam menjawab, yang paling besar dibumi adalah “hawa nafsu”. Ya, hawa
nafsu! Terkadang hawa nafsu-lah yang selalu menguasai hati dan diri manusia,
hawa nafsu-lah yang membuat hati merasa selalu kurang, merasa selalu ingin
lebih. Sepanjang manusia hidup, hawa nafsu dalam diri manusia akan selalu
bercokol. Hawa nafsu akan menggiring manusia pada dosa dan maksiat. “Terangkanlah
kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya, maka
apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya?” (Q.S. Al-Furqon 43.)
Pertanyaan
kedua Sang Imam, “apa yang paling berat didunia?”. Kalau kita menganggap yang
paling berat didunia baja, besi, atau gajah, ternyata salah, Sang Imam menjawab
yang paling berat didunia ini adalah “amanah”. Kedudukan amanah sangat berat
perhitungannya, oleh sebab itu orang yang selalu menyalahgunakan amanah disebut
dengan orang munafik. Salah satu amanah yang paling besar pertanggungjawabannya
dihadapan Alloh SWT adalah amanah kepemimpinan, maka sungguh ironis bila
sekarang ini orang-orang berebut ingin menjadi pemimpin, pejabat atau wakil
rakyat, padahal ketiga jabatan itu adalah amanah yang paling besar
pertanggung-jawabannya. Bisa dibayangkan bila amanah kepemimpinan diemban,
tetapi amanah itu disalahgunakan untuk kepentingan pribadi, keluarga dan
golongan. Dari Abu Dzar dia berkata, saya bertanya kepada Rasululloh, “wahai Rasululloh apakah anda tidak hendak
mengangkatku suatu jabatan pemerintahan?”. Lalu beliau menepuk bahuku
seraya berkata, “ hai Abu Dzar sesungguhnya
engkau ini lemah dan sesungguhnya pekerjaan itu adalah amanah , yang pada hari
kiamat kelak dipertanggung-jawabkan dengan resiko penuh kehinaan dan penyesalan,
kecuali bagi orang-orang yang memenuhi syarat dan melaksanakan tugas yang
dibebankan kepadanya dengan baik”. (H.R Muslim).
Pertanyaan
ketiga Sang Imam, “apa yang paling ringan didunia ini?”. Kalau kita menganggap
jawabannya itu adalah kapas, debu, angin, atau daun, jawabannya salah. Sang
Imam menjawab bahwa yang paling ringan didunia ini adalah “meninggalkan
sholat”. Terkadang kesibukan dan kelelahan selalu dijadikan pembenaran manusia
untuk meninggalkan atau mengakhirkan waktu sholat. Pekerjaan atau kelelahan
dianggap sebagai sesuatu hal yang berat yang meringankan ibadah sholat. angin
atau daun. “Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang
menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan
menemui al ghoyya, kecuali orang yang bertaubat, beriman dan beramal saleh.” (QS. Maryam : 59-60)
Pertanyaan
terakhir sang imam, “apa yang paling tajam didunia ini?”, Pedang, silet dan belati
adalah jawaban yang tidak tepat, sebab Sang Imam menjawab, bahwa yang paling
tajam didunia ini adalah “lidah manusia”. Pepatah mengatakan “lidah tak
bertulang”. Lidah adalah sebuah simbolisasi dari lisan atau ucapan manusia.
Lisan adalah salah satu sumber pahala, tetapi lisan juga bisa menjadi sumber
petaka baik bagi orang lain ataupun diri sendiri. Lisan bisa menunjukan kalau
hati kita mengidap “penyakit”. Ungkapan iri, dengki, hasud, fitnah, ghibah atau
marah bisa terucap dari lisan. “ Dan tidakkah nanti seseorang akan diseret ke
neraka
dengan wajah-wajah mereka (di tanah), terkecuali itu karena ulah lidah-lidah
mereka “ (HR. At Tirmidzi, Ibnu Majah dan Al Hakim).
dengan wajah-wajah mereka (di tanah), terkecuali itu karena ulah lidah-lidah
mereka “ (HR. At Tirmidzi, Ibnu Majah dan Al Hakim).
wallahualam
bishawab
Tidak ada komentar:
Posting Komentar